Writer's Block Hanyalah Mitos

suara.com

Cangkeman.net - Kemarin saya membaca artikel tentang sebuah kafe unik di Jepang yang didedikasikan khusus buat "penderita" writer's block. Kafe ini memang khusus membidik pengunjung dari kalangan penulis. Konsepnya setiap tamu yang berkunjung akan dikondisikan untuk segera menyelesaikan proyek tulisannya.

Saat memasuki kafe, pengunjung sudah harus menentukan target jumlah kata serta tenggat waktu untuk menyelesaikan tulisannya. Setelah itu, setiap satu jam sekali staf kafe akan memeriksa progres tulisan mereka. Jika tulisan belum selesai, pengunjung tersebut tidak diperbolehkan pulang.

Omong-omong nama kafenya adalah Manuscript Writing Cafe, cari saja di google pasti nemu. Sistemnya seperti coworking space yang mematok sewa per jam. Harganya pun terjangkau yaitu 150 Yen atau Rp17.000/30 menit. Jadi kalau tulisan tidak kunjung selesai, maka tarif sewanya akan semakin mahal.

Dari konsep kafe unik tersebut saya jadi sadar bahwa ternyata writer's block adalah momok dan hambatan besar bagi sebagian penulis. Dampaknya sampai membuat produktivitas mereka terganggu. Bahkan hingga membuat mereka rela membayar sekedar buat diingatkan menulis, persis seperti anak SD.

Hal yang patut dicurigai adalah jangan-jangan para penulis yang sering mengaku kena writer's block ini tidak benar-benar mengalami writer's block, melainkan memang mentalnya saja yang pemalas. Spesies manusia penunda-nunda yang kalau nggak disuruh ya nggak gerak.

Almarhum Budi Darma pernah menulis tentang hal ini, beliau menyebutnya sebagai penulis sungguh-sungguh dan penulis-pura-pura. Sangat mudah menemukan perbedaan antara keduanya. Penulis pura-pura atau pemalas punya seribu alasan untuk tidak menyelesaikan tulisannya. Sementara penulis sungguh-sungguh, alias penulis tulen, punya seribu cara untuk menyelesaikan tulisannya. Jadi sebelum menjadikan writer's block sebagai alasan untuk menunda tulisan, sebaiknya identifikasi dulu sebenarnya apa sih yang bikin kita mentok saat menulis.

Kalau problemnya kehabisan ide, kayaknya nggak mungkin deh. Sekarang apa sih yang nggak ada di internet? Mau review atau tutorial semua ada di Youtube, mau tanya hal tabu bisa lewat Quora, mau tahu info terkini tinggal pantengin linimasa Twitter, semua ada. Kalau nggak punya kuota internet tinggal main ke warung kopi, giras, atau burjo terdekat. Bawa receh buat modal secangkir kopi atau teh hangat, sudah bisa dapat password WiFi buat selancar cari ide.

Kalau problemnya soal mood atau motivasi ya tinggal minta disemangatin sama ayang. Percaya deh, support dari ayang bisa naikin mood kalian hingga berkali-kali lipat. Khusus buat yang nggak punya ayang, tenang, sekarang ada jasa sewa ayang di media sosial. Tinggal transfer sesuai harga paket sudah langsung bisa dapat support dari ayang. Mau alasan apalagi? Nggak punya duit buat sewa ayang? makanya nulis di cangkeman, biar bisa dapat duit! Oh iya situ kan lagi kena writer's block, gimana mau nulisnya.

Nah, kalau ternyata problemnya adalah kreativitas yang mentok, seperti misalnya yang sering dialami penulis fiksi saat menulis plot, solusi satu-satunya adalah paksa. Paksa saja, sesampah apapun hasil tulisan kita. Paling tidak saat versi sampah dari tulisan tersebut sudah terwujud, kita jadi bisa meraba-raba kira-kira bagaimana versi tidak sampahnya. Karena sejatinya menyelesaikan tulisan hanyalah persoalan mau atau tidak mau saja.

Chandra PA

Mas-mas biasa