Enggak Cuma Negara Pemilik Ka'bah, Arab Saudi Menjelma Menjadi Negara Sepak Bola

Kompas TV

Penulis:            Fauzan Ibn Hasby
Editor:             Fatio Nurul Efendi

Cangkeman.net - Sebuah pertandingan yang datang secara tiba-tiba dan mengejutkan namun menarik perhatian diumumkan oleh berbagai media pada satu minggu lalu. Pertandingan tersebut mempertemukan klub raksasa asal Francis, yakni Paris Saint Germain (PSG), melawan tim dadakan asal Arab Saudi, yakni Riyadh All-Star XI.

Pertandingan ini telah selesai digelar di King Fahd Stadium, pada Jumat lalu (20/1/23). Kemudian, laga tersebut akhirnya berhasil dimenangkan oleh PSG dengan skor tipis 5-4 atas Riyadh All-Star XI.

Menurut kabar, pertandingan tersebut merupakan laga uji coba yang sengaja digelar oleh pihak Arab Saudi. Di mana dalam laga tersebut juga merupakan misi Arab Saudi untuk mencoba menyatukan pemain-pemain bintang yang berada di dua klub raksasa milik mereka, yakni Al-Nassr dan Al-Hilal. Tak hanya itu, laga ini juga merupakan laga yang bertajuk laga amal.

Dalam hal ini, belum ditemukan apa tujuan sebenarnya dari pagelaran laga amal atau persahabatan yang begitu mahal ini. Hanya yang jelas, sebagai pecinta sepak bola kita semua tahu bahwa bahkan jauh sebelum laga ini digelar pun sudah banyak menarik perhatian. Sebab bagaimana tidak, mimpi besar para pecinta sepak bola untuk melihat duel sengit antara Messi dan Ronaldo untuk yang terakhir kalinya akhirnya dapat tercapai.

Meski hanya sebuah laga amal, buktinya laga tersebut berlangsung seru. Hujan gol serta sajian pertandingan kelas bintang tersaji sepanjang 90 menit. Meski begitu, banyak juga yang melaporkan bahwa terdapat sekita 30% penonton siaran live streaming serta penonton langsung di stadion yang memaksa untuk menutup mata dan meninggalkan pertandingan. Satu-satunya alasan hanyalah karena kedua mega bintang yang bertanding saat itu sama-sama ditarik keluar setelah pertandingan babak pertama usai.

Terlepas dari kemenangan PSG di laga tersebut, serta terlepas dari dua mega bintang sepak bola yang sama-sama berhasil mencetak gol di laga tersebut. Kita semua sebenarnya dihadapkan pada kenyataan bahwa Arab Saudi benar-benar terus menerus menarik perhatian sepak bola dunia.

Hal itu bermula sejak dominasi mereka di Piala Asia. Kemudian berlanjut dengan Tim Nasional yang mereka miliki sukses menjadi langganan perwakilan Asia di piala dunia. Serta beberapa hal fenomenal lainnya seperti dominasi klub raksasa yang berasal dari liga Arab di kancah Piala Champion Asia, berbondong-bondongnya investor asal Arab yang melakukan investasi di klub-klub Eropa, hingga pembelian besar-besaran baik pelatih ternama dari Eropa atau pemain-pemain mega bintang dari benua biru. Semua itu merupakan perjalanan yang terhitung cukup cepat untuk sekedar memalingkan semua wajah agar tertuju pada sepak bola Arab Saudi.

Jatuh bangun Arab membangun sepak bola
Berangkat dari itu semua, ternyata Arab Saudi sebenarnya tak memiliki sejarah hebat dalam dunia sepak bola. Bahkan masuknya sepak bola di negara Islam tersebut tak sehebat sejarah Brazil atau bahkan negara kita Indonesia.

Menurut John Nauright dan Charlesh Parrish dalam bukunya "Sport Around the World: History, Culture, and Practice" dikatakan bahwa sepak bola mulai masuk ke tanah Saudi jauh sejak era 1920-an. Olahraga paling merakyat ini masuk ke Saudi melalui perantara imigran yang berasal dari Mesir dan Sudan.

Kemudian menurut Ulrike Freitag dalam buku "A History of Jeddah: The Gate to Mecca in the Nineteenth and Twentieth Centuries", menyatakan bahwa para pendiri klub pertama di Arab Saudi, yakni Al-Ittihad yang didirikan pada tahun 1927 berusaha memisahkan diri sebagai klub khusus sepak bola. Tak hanya itu, mereka juga mencoba memisahkan diri dari kaum-kaum elit Arab dengan tujuan agar nantinya dapat melampaui batas mereka. Itu sebabnya kemudian yang menjadikan mereka berlatih dan memainkan sepak bola di luar tembok kota Riyadh.

Setelah menyebar sebagai sebuah olahraga baru yang mulai banyak dikenal orang di Arab Saudi, perkembangan pesat kemudian baru terjadi pada 30 tahun selanjutnya. Hal itu yang akhirnya mendorong perhatian pemerintah Arab Saudi untuk juga mulai serius mengelola perihal olahraga tersebut tepat di era 1950-an.

Pada tahun 1951, barulah kemudian terdapat kompetisi-kompetisi sepak bola yang digelar seadanya di masing-masing wilayah. Setelah itu kemudian kompetisi antar wilayah pertama digelar di tahun yang sama dengan nama Abdullah Al-Faisal Cup.

Kemudian, berlanjut pada tahun 1957, sebuah kompetisi semi-profesional pertama digelar. Kompetisi ini juga yang memelopori lahirnya Tim Nasional Arab Saudi. Namun, pada satu tahun sebelumnya, tepatnya pada tahun 1956 sebuah federasi resmi sepak bola Arab akhirnya didirikan dengan nama Saudi Arabia Football Federation (SAFF).

Di tahun 1957, Saudi akhirnya mengikuti pertandingan internasional pertamanya dalam ajang Pan-Arab Games di Beirut, Lebanon. Di pentas pertamanya itu, Saudi bahkan gagal untuk sekadar melaju dari babak grup saat itu. Mereka tertahan di posisi ketiga di bawah tuan rumah Lebanon, dan Yordania.

Setelah tak kunjung menemui titik kemajuan. Barulah pada satu dekade selanjutnya, Saudi mulai kembali gencar melakukan proses evaluasi panjangnya. Alhasil, sebuah akademi dan pelatihan usia dini mulai marak dilakukan tepat pada tahun 1974.

Merasa tak cukup dengan hanya menambah pelatihan di usia dini. Saudi juga mulai memperhatikan liga yang mereka miliki. Dua tahun berselang, yakni di tahun 1976, liga mereka yang awalnya berstatus liga semi-profesional akhirnya diubah menjadi liga profesional dengan mempertemukan 22 klub terbaik sebagai klub-klub yang berhak bermain di kasta teratas.

Perkembangan dari evaluasi yang dilakukan tak berlangsung instan. Saudi benar-benar harus bersabar dengan apa yang mereka harapkan. Alhasil, baru di tahun 1989 mereka akhirnya memenangi trofi internasional pertamanya kala menjuarai Piala Dunia U-16.

Meski demikian, lagi-lagi Saudi harus dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka masih jauh dari kata kemajuan di bidang sepak bolanya. Sebab semenjak bergabungnya mereka sebagai federasi resmi yang berada dalam naungan FIFA di tahun 1956, mereka harus menunggu 24 tahun lamanya untuk sekadar lolos pada putaran Piala Dunia di level Tim Nasional seniornya. Hal itu terjadi pertama kali kala mereka berhasil lolos pada putaran Piala Dunia 1994 yang digelar di Amerika Serikat.

Barulah, sejak saat itu Saudi mulai menunjukan hasil dari proses panjang mereka. Hingga kini, perlu diakui bahwa Saudi merupakan satu dari sedikit tim Asia yang menjadi langganan peserta Piala Dunia. Tak hanya itu, mereka juga begitu ditakuti di level Asia. Jauh sejak 1984, Saudi berhasil menyabet gelar Piala Asia pertamanya. Hingga kini mereka telah sukses mengumpulkan 3 gelar ajang tersebut, serta juga sering menjadi runner-up dalam kesempatan yang lain.

Karena telah melanglangbuana hingga kancah dunia, bila ditanyai perihal prestasi mereka di wilayah regional Jazirah Arab, tentu Saudi adalah rajanya. Dari dua kompetisi resmi di wilayah tersebut, hingga kini Saudi telah mengoleksi total 5 gelar untuk menjadi langganan tim yang diunggulkan setiap edisinya.

Budaya dan tradisi bisa dilebur Saudi
Sebagai negara mayoritas Islam serta merupakan tanah yang disucikan bagi umat Islam di seluruh dunia. Keterhambatan yang didapatkan Saudi sejatinya bukan hanya karena pendapatan ekonomi mereka yang belum stabil saat itu.

Lebih dari itu, budaya serta tradisi yang melekat di tanah Arab cukup dapat menjadi alasan mengapa sepak bola berjalan lambat dalam segi kemajuannya di sana.

Sebagaimana dikatakan melalui Ensiklopedia Sepak Bola Jilid 3 tahun 2011, puncak sepakbola di Asia dimulai di rentang tahun 1950 hingga 1960-an. Di rentang tahun tersebut hanya dua negara yang mendominasi dan silih bergantian menjadi perebut gelar di Asia. Dua negara tersebut adalah Korea Selatan dan Israel. Kemudian dilanjutkan oleh Iran setelah rentang tahun tersebut dengan berhasil memenangi turnamen sebanyak 3 kali berturut-turut. Berlanjut pada revolusi Islam yang tengah dilakukan Iran saat itu serta keluarnya Israel dari keanggotaan AFC membuat lahirnya sebuah juara baru yang berhasil merebut gelar sebanyak 3 kali berturut-turut, yakni Arab Saudi.

Meski terhalang oleh tradisi serta hambatan yang ada melalui budaya keseharian masyarakats sekitar serta kaum elit pada awalnya. Saudi justru kini lebih berhasil dari negara kita Indonesia. Sebab bukan sebuah kebohongan bahwa jauh sebelum Saudi, Indonesia merupakan tim Asia yang cukup ditakuti dan secara otomatis melahirkan ketakutan bagi Arab. Namun, proses perjalanan serta kerja keras dari keseriusan Saudi pada sepak bola, hasilnya kini berbalik. Indonesia justru selalu gigit jari kala bersua Saudi hari ini.

Tak hanya itu, berkat sejarah besarnya dalam lingkup agama Islam. Saudi begitu besar dan dihormati dalam segi keagamaan. Terkhusus bagi warga Indonesia. Sebab tak dapat dipungkiri, Arab merupakan negara cikal bakal lahirnya agama terbesar ini. Hingga situs-situs bersejarah, catatan sejarah, hingga tempat praktik peribadatan yang masuk pada kategori wajib bagi umat Islam juga terdapat di Saudi. Hal itu dibuktikan dengan praktik haji dan umrah.

Kenyataan tersebut kini tak hilang, namun bertambah. Kedigdayaan Saudi serta kehormatan yang perlu dibayar pada Saudi kini tak hanya harus ditujukan pada alasan praktik peribadatan peragamaan saja. Justru sebuah hal yang diluar dugaan bahwa kita kini mulai melirik Saudi dari segi kemajuan salah satu cabang olahraganya, yakni sepak bola. Bahkan mungkin seluruh dunia mulai melirik dan memicingkan mata pada sepak bola Saudi hari ini.

Gelontoran uang dan kecintaan menjadi pendorong
Sebagai negara kedua penghasil minyak bumi terbesar di dunia, menghasilkan pundi-pundi uang bukanlah hal yang sulit bagi Arab Saudi. Tercatat melalui beberapa sumber, di tahun 2020 Saudi bahkan pernah meraup keuntungan mencapai Rp. 438 Triliun. Pendapatan tersebut kabarnya juga merupakan pendapatan tertinggi yang pernah dihasilkan Arab dari minyak.

Tak hanya dari minyak bumi. Arab Saudi juga menghasilkan begitu banyak keuntungan bagi negaranya melalui kegiatan haji dan umrah setiap tahunnya. Bila dirata-ratakan mereka bisa meraup keuntungan hingga Rp.450 Triliun rupiah dari kegiatan peribatan tersebut.

Finansial serta kemajuan dari sektor ekonomi inilah yang kemudian menjadi salah satu pendukung kemajuan sepak bola Saudi hari ini. Sebab tak bisa dipungkiri, pembangunan negara juga ikut berbarengan secara langsung membangun sektor olahraga. Terutama sepak bola yang kini begitu marak digandrungi rakyatnya.

Namun, bila hanya mengandalkan finansial saja tak cukup. Sebab banyak negara-negara kaya yang lain, namun pada kenyataannya mereka masih berjibaku untuk sekedar membuat Tim Nasionalnya menjadi langganan piala dunia. Maka dalam hal ini, terbukti Saudi berhasil mengelola keuangan dengan baik dalam bisnis yang mereka kembangkan dalam dunia sepak bola. Dimulai dari liganya yang kini terus menjadi salah satu liga terbaik di Asia. Kemudian merupakan penghasil klub langganan juara Piala Champion Asia. Hingga sering menjadi perwakilan Asia dalam ajang Piala Dunia antar klub merupakan salah satu yang dilakukan Arab selama ini. Sebab melalui hal itu, tak bisa dipungkiri mendorong banyak investor serta pemain dan pelatih kelas dunia yang ternyata mau untuk ikut bergabung dalam geliat sepak bola di Arab.

Tak hanya itu, sepak bola yang awalnya tak diterima oleh kaum elit di Saudi. Kini menjadi begitu seksi bagi mereka. Terbukti, nama-nama pangeran yang berasal dari negeri unta tersebut begitu banyak malang melintang sebagai investor sepak bola terbesar dan berpengaruh di Eropa.

Bermula dari kebencian yang berubah menjadi kecintaan tersebut akhirnya juga melahirkan kepintaran mereka untuk sekedar membuat semua mata mulai mau memicingkan mata lebih lama pada sepak bola Arab. Hal-hal yang tak bisa diwujudkan oleh banyak orang di negara-negara Eropa justru dapat mereka lakukan.

Beberapa contohnya seperti warga Newcastle di Inggris yang begitu sumringah dan banyak yang memakai jubah dan sorban khas Arab untuk menyambut pemilik klub baru mereka yang merupakan pangeran dari Arab Saudi. Atau warga Manchester yang kini harus menelan ludah sebab kota tersebut kini jadi memiliki dua klub raksasa yang bahkan tak ada habisnya menghasilkan gelar hingga saat ini. Atau sekedar membeli pemain-pemian bernama besar untuk dijadikan satu tim yang dilakukan oleh pemilik PSG. Atau untuk sekedar mendatangkan pemain terbaik sepanjang masa era ini ke liga Arab, yakni Ronaldo yang baru saja bergabung ke Al-Nassr sebuah klub raksasa liga Arab Saudi. Atau untuk sekadar meminta pemain-pemain bintang mempromosikan sepak bola Arab melalui sebuah merek kerjasama, atau sebuah laga yang dihelat dengan bayaran mahal seperti laga Riyadh All-Star XI vs PSG kemarin. Atau yang terakhir untuk sekadar menggelitiki FIFA agar membuat mereka menjadi tuan rumah resmi Piala Dunia 2030 nanti.

Dari sini kita semua telah dihadapkan pada kenyataan bahwa Arab telah berhasil membangun reputasinya pada ranah sepak bola di kancah dunia. Usaha serta dukungan finansial menjadi poin penting negeri unta tersebut untuk sekedar masuk sebagai negara yang berjuluk negara sepak bola.

Fauzan Ibn Hasby

Pengen jadi Fabrizio Romano!