Jangan Lulus Sarjana Hanya karena Ikut-ikutan

Penulis:   Siti Nurkhalishah
Editor:     Nurul Fatin Sazanah

Cangkeman.net - Kuliah bukan hanya sekedar memperoleh IPK tinggi, meraih jabatan strategis dalam organisasi, juga bukan siapa yang paling cepat lulus. Kuliah lebih dari sekedar hal-hal yang dapat diukur dengan angka alias kuantitas. Kuliah adalah tentang kualitas. Misalnya, kualitas komunikasi dengan orang lain, kualitas toleransi dengan latar belakang yang beragam, dan kualitas pemikiran atau mindset yang diasah selama kurun waktu tertentu.

Dalam dunia perkuliahan, setiap mahasiswa pasti punya tujuan yang berbeda. Selain tujuan, mereka juga punya standar kesuksesan yang berbeda. Ada yang menganggap dirinya sukses karena memenangkan lomba, ada juga yang merasa sukses karena mengerjakan tugas tanpa menunda. Setiap mahasiswa punya ‘jalan ninja’ sendiri. Ada yang mengobati kebosanan dengan nongkrong di kafe, berbelanja alat tulis, nonton bioskop, makan makanan enak, dan juga membaca novel.

Berasal dari latar belakang yang berbeda, maka wajar jika masing-masing mahasiswa punya cara hidup yang berbeda. Karena apa yang mereka hadapi tentu berbeda antara satu sama lain. Yang tidak wajar adalah ketika mahasiswa ikut-ikutan temannya hanya karena takut dikeluarkan dari lingkaran pertemanan. Bisa dalam berbagai hal, misalnya jenis makanan yang dimakan, model pakaian, dan juga target dalam perkuliahan.

Berbicara mengenai target perkuliahan, lagi-lagi wajar jika ada perbedaan antara satu mahasiswa dengan mahasiswa yang lain. Karena kembali lagi pada tujuan mereka berkuliah. Dengan tujuan kuliah yang berbeda, maka sudah bukan waktunya ikut-ikutan. Seorang mahasiswa yang berani membuat tujuan, juga harus berani mewujudkan dengan jalannya sendiri. Ikut-ikutan boleh saja, jika sudah jelas tujuannya sama. Namun, jika berbeda, maka hasilnya tidak akan worth it. Berikut beberapa alasan mengapa sebaiknya lulus dengan kemauan sendiri:

1. Setiap mahasiswa punya kendala yang berbeda
Saat menjalani perkuliahan atapun menyelesaikan tugas akhir, semua mahasiswa pasti punya masalah. Hanya saja, boleh jadi tempatnya berbeda. Ada yang terkendala di mata kuliah yang perlu diulang, ada yang dipersulit saat pengajuan judul tugas akhir, ada yang lancar di awal namun hasil penelitian tidak valid dan harus mengulang lagi. Itu merupakan hal yang lumrah terjadi di dunia perkuliahan, tinggal bagaimana seseorang menghadapinya.

Dengan perbedaan jenis kendala dan tingkat kesulitan, maka tidak adil jika memaksakan mengikuti standar teman yang tingkat kesulitannya di bawah diri sendiri. Namun, yakinlah bahwa Tuhan tidak akan memberikan kesulitan jika seseorang tidak mampu menghadapinya. Jadi, menurut saya tidak apa-apa tertinggal di sebuah babak, karena belum tentu orang lain kuat jika berada pada babak yang sama.

2. Menikmati kesempatan untuk mencoba banyak hal
Selain SMA, jenjang pendidikan yang bisa dibilang masih santai adalah Sarjana atau S1. Hal ini dikarenakan di jenjang S1 mahasiswa masih berada dalam pencarian jati diri dan bidang kesukaan. Di jenjang ini biasanya seseorang tidak memiliki banyak tuntutan, semacam segera lulus, segera bekerja, atau segera menikah. Berbeda dengan S2 yang mana seseorang mulai dikejar target untuk cepat lulus, misalnya karena untuk mendaftar kerja sebagai dosen. Atau jenjang S3 yang dikejar segera lulus untuk kembali ke lapangan pekerjaan.

Jenjang S1 memiliki banyak hal untuk dicoba, ada organisasi, unit kegiatan mahasiswa, dan juga lomba-lomba. Beberapa hal ini layak dicoba untuk mengembangkan skill mahasiswa di bidang komunikasi, negosiasi, membangun pola pikir, dan masih banyak lagi. Banyaknya hal untuk dicoba membuat jenjang ini sangat disayangkan apabila tidak dijadikan sebagai ajang kreativitas bagi mahasiswa. Banyak kakak tingkat saya yang sudah lulus berpesan agar mencoba banyak hal dan aktif. Karena kegiatan semacam ini tidak akan terulang di jenjang S2 maupun S3.


3. Berbeda mahasiswa, berbeda tujuan
Saat ini kebanyakan mahasiswa sudah memiliki tujuan hidup kedepannya. Mereka sudah membidik sesuatu yang ingin didapat setelah lulus sejak di bangku S1. Teman saya misalnya, meskipun kuliah di jurusan Ilmu Perpustakaan, namun setelah lulus inginnya jadi penyiar berita. Maka yang dia lakukan selama kuliah adalah mengikuti magang sebagai penyiar di sebuah stasiun radio, mengikuti lomba-lomba new anchor, dan kadang menjadi master of ceremony kegiatan kampus. Sudah banyak prestasi yang dia dapatkan di bidang penyiaran. Dia juga pernah berkata bahwa ingin melanjutkan S2 di jurusan Ilmu Komunikasi untuk memperdalam kemampuan komunikasinya.

Apabila saya yang kurang menyukai bidang komunikasi ini ikut-ikutan dia, maka apa yang memang menjadi bakat dan minat saya menjadi tersingkirkan. Meskipun sebenarnya boleh-boleh saja mengasah banyak bakat dan mencoba minat baru. Namun, saya lebih memilih untuk mengasah kemampuan saya di bidang penulisan. Hal itu jauh membuat saya lebih betah untuk istiqomah daripada memaksa hal yang tidak saya sukai. Jadi, poinnya adalah fokus pada diri sendiri. Tidak perlu mengikuti arus, cukup perluas apa yang diri sendiri mampu.

Itulah beberapa alasan mengapa sebelum lulus kuliah perlu mempertimbangkan banyak hal. Sama seperti saat memilih masuk ke sebuah jurusan dan kampus, keluar pun juga harus dipertimbangkan. Jangan sampai momen emas duduk di bangku sarjana menjadi kurang memuaskan hanya karena ikut-ikutan teman. Apalagi jika sampai harus mengalami penyesalan setelah gelar telah disematkan, sedang banyak yang terlewatkan.


Siti Nurkhalishah
Melati Putih Pulau Garam, Bibliofili Penyusur Isi Kepala. Mahasiswa Ilmu Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga. Penulis puisi terpilih Lomba Menulis Puisi Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh Shinings Media (2019). Kontributor dalam antologi cerpen bertema Perpustakaan yang diselenggarakan oleh Forum Perpustakaan Khusus Indonesia (2021). Artikel 5 Privilese Orang Desa yang Nggak Dimiliki Orang Kota terbit di Mojok (2022).