Mau Hijrah Saja Kok Jadi Serba Salah?
Penulis: Susi Retno Utami
Editor: Fatio Nurul Efendi
Cangkeman.net - Halo kawan pembaca. Apa kabar? Semoga senantiasa dalam kondisi yang sehat yaa, amin.
Ok guys, langsung saja perkenalan sama pembahasan dalam tulisan ya. Jadi, topik tulisanku kali ini adalah berangkat dari adanya seorang, eh bukan seorang sih. Lebih tepatnya bermula dari satu keluarga yang bisa dikatakan baru saja berhijrah. Sebagaimana makna dari kata 'hijrah' yaitu perubahan sikap, tingkah laku, atau yang lainnya menuju ke arah yang lebih baik, ya begitulah satu keluarga di salah satu lingkungan yang belakangan kuketahui memang telah banyak berubah menjadi lebih baik.
Vibes-nya satu keluarga itu tuh udah beda banget lah ya sama penampakan sikap dan tingkah laku mereka di masa lalu. Jujur sebagai orang yang melihat perubahan itu, aku sih enggak ada masalah, ya biasa aja. Tapi cenderung ikutan seneng juga, karena kalau ketemu sama mereka kesannya jadi adem serta membawa aura yang positif gitulah. Itu kalau pendapat aku.
Tapi ternyata, ya seperti pada umumnya, pendapat setiap orang tidak bisa diseragamkan. Aku memang merasa tidak masalah dengan hijrahnya satu keluarga yang cukup sering kutemui itu. Tapi lain halnya dengan orang-orang yang lain. Soalnya enggak sedikit juga yang merasa agak enggak nyaman dengan hijrahnya satu keluarga itu. Loh, aku yang tahu soal ketidaknyamanan itu pun jadi heran juga. Apanya sih yang bikin enggak nyaman? Emang mereka menyalahi apa, sampai timbul perasaan seperti itu dari orang-orang lain ini?
Nah, setelah mencoba mengulik sebabnya, akhirnya aku mulai nemuin jawabannya. Rupa-rupanya, orang-orang yang enggak merasa nyaman ini adalah karena setiap bertemu dengan salah satu anggota keluarga yang sudah hijrah itu, eh mereka merasa diceramahi. Secara garis besar, orang-orang ini berpendapat, "Ya kalau mau hijrah ya hijrah saja, tapi enggak perlu menceramahi orang lain seolah dia sudah jadi yang paling benar."
Tidak berhenti dengan pendapat itu. Tapi kebiasaan-kebiasaan baru dari satu keluarga yang hijrah juga sering jadi bahan obrolan dari orang-orang yang ngakunya kurang nyaman itu. Menjadi rajin salat berjamaah di masjid saja jadi obrolan. Enggak ikut kegiatan umum yang pertimbangannya adalah agama, juga jadi obrolan. Dan beberapa hal lain pun jadi obrolan. Sebenarnya wajar saja ya, karena setiap dari manusia memang secara tidak langsung akan melakukan penilaian terhadap manusia lainnya. Sehingga muncul yang namanya pendapat dalam sebuah obrolan atau perbincangan.
Namun masalahnya, obrolan yang terjadi adalah obrolan dengan konotasi dan nada-nada tidak suka yang pada akhirnya membawa kesan negatif.
Huh, aku menghela napas agak panjang saat tahu soal itu. Ya, di sini aku enggak mau menyalahkan atau membenarkan. Toh aku juga kadang masih kelepasan buat bicara yang enggak baik. Cuma aku cukup gelisah saat mendengar itu semua. Ya gini loh, ada orang yang berubah jadi lebih baik, tapi kok malah kayaknya orang itu jadi serba salah. Bukan aku membela yang hijrah dan memojokkan orang yang enggak nyaman sama hijrahnya satu keluarga itu, bukan gitu sih. Aku tetap berada dalam jalur bahwa kebebasan berpendapat adalah benar. Tapi dalam kasus ini, aku ngerasa kayak aneh aja gitu. Kenapa perubahan yang baik dan positif itu harus diperdebatkan dan seolah-olah terus digali sisi enggak baiknya. Kenapa gitu?
Padahal, kalau seandainya mau untuk melihat sisi baik dan positifnya. Ada ragam hal menarik loh yang bisa diambil dari hijrahnya satu keluarga itu. Yang namanya manusia memang enggak akan luput dari yang namanya kesalahan. Mereka yang sudah hijrah, juga tidak selalu menjadi benar apalagi sempurna tanpa cela. Tapi meski salah dan buruknya manusia adalah maklum, bukan berarti itu menjadikan wajar untuk terus memiliki pikiran serta prasangka yang tidak baik terhadap perubahan hidup yang sedang dijalani oleh orang lain.
Sebagai penutup, aku cuma mau bilang kalau ini mungkin bisa dijadiin pengingat buat kawan pembaca dan tentunya juga buat aku pribadi. Di mana, kita wajar kok enggak suka sama beberapa orang karena perilaku atau juga pilihan hidupnya. Tapi sebaiknya, kita janganlah terlalu sering menunjukkan ketidaksukaan kita di muka umum. Karena kalau dibiarkan, itu bukan dinamakan sebagai kebebasan berpendapat lagi, tapi bisa menjurus pada tumbuh dan suburnya penyakit di dalam hati. Kalau ada sesuatu yang misal membuat kita merasa enggak nyaman atau enggak suka, ya sudah tidak perlu untuk selalu dijadikan masalah yang bikin pusing. Solusi yang bisa jadi tepat adalah jauhi yang sekiranya enggak baik, dan mulailah untuk mengambil sisi baiknya. Pasti ada kok sisi baiknya, selama kita selalu mencoba untuk berpikir secara positif dan menjauhi praduga yang negatif.
Ok kali ini cukup sampai di sini ya. Semoga membawa manfaat, dan sampai jumpa di lain tulisan.

Posting Komentar